Selasa, 08 Juni 2010

MARGO FRIDAY JAZZ, FENOMENA JAZZ DI PINGGIRAN IBUKOTA

Bila kita mengunjungi Mal Margo City hari jumat malam, di sayap kiri mal tersebut akan terdengar sayup-sayup alunan musik jazz dari sebuah panggung berukuran empat kali enam meter. Di sinilah para musisi dan penikmat jazz kota Depok berkumpul. Margo Friday Jazz telah setahun lebih diselenggarakan tepatnya sejak 30 Januari 2009, pendirinya adalah Tri budi Warsito atau akrab di sapa Bucheng. Bersama dengan seorang rekannya ia mendirikan sebuah event organizer dengan nama incream –Integrated creative media- yang bergerak untuk mengemas acara-acara pertunjukan musik dan juga beberapa program acara televisi. Bucheng tertarik memilih genre jazz karena sejak masa kuliah ia menyukai musik jazz dan sering membuat event jazz di kampusnya. Dengan pengalamannya di bangku kuliah tersebut ia telah mengenal karakteristik dari penikmat music jazz.

“Jazz itu penontonnya loyal, die hard, Willing to spend. Mau hujan mau panas terik kaya apa juga mereka mau datang, itu sebabnya kenapa saya memilih music jazz untuk di tampilkan disini.” Ujarnya di sela sela acara Margo Friday Jazz beberapa waktu lalu.

Ketika membuat konsep Margo Friday Jazz di depok, bucheng agak sedikit pesimis, karena pada saat itu Depok belum lah berkembang seperti saat sekarang. Lokasi nya yang cukup jauh berada di pinggiran kota Jakarta, kondisi jalan buruk, dan kemacetan yang setiap hari terjadi tanpa henti membuat masyarakat masih menganggap depok sebagai daerah kampung. Namun di balik rasa pesimisnya tersebut, Bucheng memiliki keyakinan bahwa dengan banyaknya perguruan tinggi yang ada di Depok semisal UI, Universitas Pancasila, BSI, Universitas Gunadarma, IISIP, dan beberapa kampus lainnya akan menjadi segment pasar tersendiri. Ia yakin dari kampus-kampus tersebut ada banyak penikmat music jazz yang penasaran untuk datang ke Margo Friday Jazz.
Konsep yang ditawarkan oleh Margo Friday Jazz adalah membuat hiburan musik tanpa tiket masuk. Berada di sisi kiri dari Mal Margo city, berdiri sebuah panggung menghadap sebuah kafe dan restoran dengan jejeran tangga di sebelah kanan maupun kiri panggung. Penikmat music jazz dapat memilih untuk duduk di kafe dengan ditemani secangkir kopi hangat, ataupun duduk di tangga dengan bermodalkan sebotol air mineral.

Margo Friday Jazz merupakan satu-satunya pertunjukan music jazz di Indonesia yang digelar seminggu sekali. Setiap hari jumat malam dimulai pukul delapan malam hingga pukul sebelas malam suara merdu alunan music jazz terdengar disini. Kurang lebih enam band akan tampil setiap minggunya. Malam itu acara di buka oleh penampilan duet Gorga dengan Christian Dylan yang membawakan lagu Fly Me To The Moon milik Frank Sinatra. Sepertinya duet ini sudah banyak dikenal oleh komunitas penikmat jazz disana, tak pelak ketika Gorga mulai melantunkan lirik pertamanya, banyak penonton bertepuk tangan seraya berteriak menggodanya. Petikan gitar Dylan cukup mendominasi dalam lagu yang dibawakannya tersebut. Progresi akornya sederhana, namun ia berhasil berimprovisasi dengan nada yang cukup rumit sehingga menghasilkan vibrasi yang terasa romantis, dan juga eksotis. Lima lagu berhasil mereka mainkan dengan gemilang. Ketika mereka akan menyudahi pertunjukannya, penonton mulai berceloteh meminta Dylan untuk bernyanyi sebuah lagu untuk mereka. Tepukan dukungan agar Dylan menyanyi pun terus bergemuruh semakin kencang, akhirnya ia tak kuasa menolak permintaan tersebut. Sambil memainkan gitar, Dylan memberikan suguhan suara beratnya sebagai penutup pertunjukan mereka malam itu. Penonton pun bertepuk tangan penuh kepuasan.

Seiring dengan berjalannya Margo Friday Jazz, akhirnya terbentuklah sebuah komunitas yang terdiri dari para penonton dan juga pengisi acara yang pernah tampil pada acara tersebut. Mereka menamakan dirinya Margo Jazz Community. Komunitas ini beranggotakan sekitar 60-an band dan juga beberapa penikmat jazz kota depok. Berbagai macam profesi, usia, dan latar belakang berkumpul disini, saling bertukar ilmu, menceritakan pengalaman, dan memberi informasi terbaru seputar jazz. Tujuan dari komunitas ini tidak jauh beda dengan acara Margo Friday Jazz itu sendiri yakni sebagai tempat perform para jazzer muda dan juga tempat berkumpulnya para jazz lovers.

“Gue lebih banyak kenalan senior-senior. Gabung di komunitas ini lebih enak, karena lebih rutin seminggu sekali. Sebelumnya pernah coba di komunitas lain, tapi jauh beda dengan Margo Jazz Community ini.” Cerita Papin, karyawan swasta yang juga seorang gitaris sebuah band beraliran jazz ini.

Pada Festival Java Jazz 2010 kemarin, Margo Jazz Community mendapat kesempatan tampil pada hari kedua pagelaran jazz terbesar di Indonesia tersebut dalam satu panggung tersendiri. Panggung yang berada disisi sebelah kanan food hall itu tampil sekitar 14 band yang merupakan anggota komunitas. Selain itu mereka juga mendapat porsi satu halaman dalam majalah yang di release oleh Java Jazz Festival untuk mempromosikan acara Margo Friday Jazz.

Publikasi yang dilakukan untuk Margo Friday Jazz sebenarnya tidak terlalu luar biasa, Billboard besar hanya terdapat di pintu masuk Mall Margo City, spanduk pun tak terlihat di sekitar lokasi acara. Namun informasi yang disebarkan dari mulut ke mulut oleh para anggota komunitasnya dinilai cukup efektif untuk mempromosikan acara yang dana penyelenggaraannya ditanggung sepenuhnya oleh pihak Margo City tersebut. Pada pertengahan 2009 Incream, sebagai event organizer yang mengemas Margo Friday Jazz membuat gebrakan dengan menayangkannya menjadi sebuah program acara di Jak tv. Acara berdurasi 30 menit tersebut talah memenuhi kontrak sebanyak 23 episode dengan perolehan rating yang cukup lumayan untuk ukuran sebuah tv lokal. Setelah kontrak dengan Jak tv berakhir, mereka kemudian melakukan kerjasama dengan CB channel, yakni sebuah tv lokal Depok dengan durasi program yang bertambah menjadi satu jam dan masih berlangsung hingga sekarang.

Sebenarnya telah banyak acara music jazz yang di adakan di kota Depok. Acara Jazz Goes To Campus yang diadakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia merupakan salah satu pagelaran music jazz yang menonjol. Acara yang telah berlangsung selama 32 tahun hingga sekarang tersebut hadir di depok bersamaan dengan berpindahnya kampus UI dari Salemba Jakarta. Kemudian pada tahun 2000-an terbentuk beberapa komunitas dari acara jazz yang sering tampil di daerah Sawangan Depok. Namun beberapa tahun kemudian komunitas tersebut bubar seiring dengan berkembangnya daerah perkotaan depok dan akhirnya para anggota komunitas Sawangan tersebut banyak berpindah ke Margo Jazz Community ini. Musik jazz sendiri merupakan musik yang dapat dinikmati oleh semua kalangan. Improvisasi dari pemainnya dapat menghasilkan harmonisasi musik yang luar biasa. Namun melihat perkembangan musik saat ini, para penikmat jazz berusaha mempertahankan eksistensinya agar tidak tergerus oleh berkembangnya musik-musik industrial yang mendominasi Indonesia. Maju terus jazz lovers!

Tidak ada komentar: