Rabu, 18 Agustus 2010

LIPUTAN PAPUA YANG MENAKJUBKAN

Sebenarnya sudah sejak lama saya ingin bercerita tentang pengalaman yang satu ini, namun baru kali ini saya bersemangat untuk menulisnya ke dalam blog. Perjalanan ke Papua saya alami ketika masih bekerja di Metro tv sekitar akhir tahun 2008 (1 bulan sebelum saya resign..haha…), sebagai asisten produksi saya bersama dengan tim bertugas

membantu produser dalam menjalankan sebuah program. Ketika itu, salah satu program yang dipegang oleh produser saya (mas Haryadi namanya) adalah acara techno and mobile, yaitu sebuah program yang berisi perkembangan teknologi gadget mulai dari kamera, komputer, telepon selular dan teknologi digital lainnya. Suatu hari datang undangan liputan dari XL (provider telep

on selular) untuk peresmian sebuah BTS (pemancar sinyal) pertama XL di Papua dan rencana pembangunan kabel underbound bawah laut yang terintegrasi dari ujung Sumatra hingga Papua oleh Departemen komunikasi dan informasi (Depkominfo).

Ketika saya berikan surat undangan tersebut kepada mas haryadi (produser saya) dia langsung bilang “dit, elu aja yang berangkat ya? Gimana? Bisa gak?”, tanpa menunggu waktu lama saya langsung menjawab “bisa mas, siaapp!”. Hahahaha……kapan lagi punya kesempatan pergi ke papua gratis? Kesempatan yang sangat langka sepertinya (karena ketika saya searching di google harga tiket pesawat ke papua hampir mencapai 1,5 juta untuk sekali jalan…hahh??? Papua itu masih Indonesia kan ya??kok jauh lebih mahal daripada ke singapura atau Malaysia yah??).

Singkat cerita work order liputan sudah di tangan, peralatan kamera dan lain-lain sudah lengkap, dan tiket pesawa

t dari XL sudah oke. Saya berangkat bersama seorang kameraman (saya lupa namanya, orang baru sih doi..haha) menuju bandara Soekarno-Hatta. Di bandara sudah menunggu para corporate communication XL dan teman-teman dari media lainnya (ada sekitar 15 media yang juga mendapat undangan, hanya ada 2 stasiun tv yang di undang yakni Metro tv dan RCTI). Pesawat berangkat pukul 21.00 wib tepat dari cengkareng. Menurut informasi perjalanan Jakarta-Papua sekitar 8 jam (6 jam dengan tambahan 2 jam karena perubahan waktu dari WIB ke WIT).

Setengah perjalanan, pesawat Garuda Indonesia yang kami tumpangi mampir sekitar 30 menit di bandara Sultan Hasanudin Makasar untuk mengisi bahan bakar, wah…ini kan bandara baru nya Makassar! Padahal pada saat itu bandara ini belum di resmikan tapi sudah di pakai oleh beberapa penerbangan, sampai2 semua sarana yang ada di bandara ini masih terbungkus plastik karena masih sangat baru…hahaha. Setengah jam terlewati dengan foto-foto dan minum teh, kami pun melanjutkan perjalanan. Jam menunjukkan pukul 04.00 WIT ketika pesawat transit lagi di bandara Biak selama setengah jam. Hmm..suasana di bandara ini tidak jauh beda dengan terminal bis antar kota di Jakarta. Ternyata bagi masyarakat Papua, naik pesawat sama seperti naik bis antar kota, karena jalur udara merupakan satu-satunya alat transportasi antar pulau.


Pukul 06.

00 WIT kami sampai di Bandara Sentani, Jayapura di sambut tari-tarian khas Papua (saya lupa nanya nama tariannya). Selama di Papua saya menginap di Swiss Bell Hotel, tempatnya tepat di sebelah pelabuhan, jadi pemandangannya langsung menghadap kearah laut. Hari pertama sebelum liputan saya sempat mengobrol dengan salah satu kuli panggul di pelabuhan, namanya Robert, umurnya sekitar 35 tahun. Robert adalah pria asli papua, sudah bekerja di pelabuhan sebagai kuli panggul selama kurang lebih tujuh tahun. Yang membuat saya kaget dari ceritanya adalah Robert mendapat upah harian rata-rata sekitar 500 ribu rupiah dalam sehari!!, wow…kalo di kalikan 26 hari kerja berarti pendapatan Robert kurang lebih 13 juta sebulan!!, hampir setara sama gaji seorang manajer produksi di stasiun televisi tuh

…haha, Tapi sepertinya pendapatan sebanyak itu seimbang dengan biaya hidup yang cukup tinggi di Papua.

Liputan pertama saya adalah mengunjungi sebuah sekolah dasar yang mendapatkan bantuan jaringan internet dan beberapa unit komputer dari PT. Excelmindo Pratama (XL), saya melihat banyak murid-murid perempuan di SD ini yang di gimbal khas Papua oleh para orangtua mereka,

wow..keren ya…! Kemudian kami menuju perbukitan di sebelah selatan Jayapura di mana BTS provider telepon seluler XL didirikan. Bentuk BTS nya sih sama saja seperti yang kita sering lihat di Jakarta, tapi karena ini BTS pertama dan tempatnya di Papua maka jadi sedikit terlihat tidak biasa. Acara seremonial peresmian BTS ini pun tidak terlalu heboh, hanya di isi sambutan oleh Presiden Direktur PT. XL dan juga Dirjen Depkominfo, lalu dilanjutkan dengan pemotongan pita. Keseluruhan liputan di Papua ini pun cuma menghabiskan kurang dari satu kaset DVC Pro berdurasi 60 menit, itu sudah termasuk interview dengan Presdir XL dan pak Dirjen lho.. (Durasi acarany

a yang singkat atau kameramennya yang males ya?? Haha..no comment). Di tengah-tengah acara kegiatan tersebut, saya juga sempat mengobrol dengan Eduard, supir yang mengantar kami selama di Papua, dengan bangga ia menceritakan bagaimana kaya-nya sumber daya alam di Papua dan masih kuatnya adat istiadat di pulau paling timur Indonesia ini. Dari ceritanya saya pun di beritahu kalau di papua tidak mengenal adanya sertifikat kepemilikan tanah maupun IMB (izin mendirikan bangunan), sehingga kalau ada masyarakat yang ingin mendirikan usaha di Papua maka ia harus meminta izin kepada kepala adat setempat dan kemudian boleh tidaknya akan ditentukan dalam musyawarah masyarakat adat (desa).

Tak terasa sudah empat hari saya berada di Papua menikmati panorama indah dan suasana khas pedalaman Papua. Sebelum mengunjungi Papua, saya pasti merasa takut dan segan bila akan berbincang dengan orang papua yang berkulit –maaf- hitam legam, sedikit menakutkan memang penampilan mereka, namun dibalik semua itu mereka sangat ramah dan terbuka kok menceritakan pribadi mereka kepada orang lain, khususnya kepada saya yang notabene orang luar Papua. Cerita terakhir, ketika akan kembali ke Jakarta kami sempat transit di

Bandara Mozes Kilangin, Timika. Bandara yang pembangunannya di biayai oleh PT Freeport Indonesia. Dilihat dari bentuk arsitektur dan fasilitasnya, menurut saya, bandara ini adalah yang paling modern di bandingkan dengan bandara-bandara lainnya di Papua.

Aroma barat sangat terasa di bandara ini, mulai dari pengamanan hingga bentuk b

angunan yang menyingkirkan arsitektur khas papua. Diskriminasi ketika keluar masuk bandara pun sangat jelas terlihat dimana bila orang Indonesia melewati pintu pemeriksaan maka akan di periksa secara super ketat, namun hal tersebut tidak terjadi bila yang lewat adalah bule dari negara asing. Hmm…satu lagi potret penjajahan yang terjadi di negeri sendiri tampaknya. Ohh iya..dari papua kami membawa cukup banyak oleh-oleh mulai dari koteka, kaos maupun pernak-pernik lain khas Papua. Delapan jam menuju Jakarta terasa sangat membosankan karena kami naik penerbangan pagi hari yang membuat mata ini tidak bisa terpejam sama sekali. Terima kasih sekali lagi untuk PT Excelmindo Pratama (XL), Robert, Eduard atas pengalamannya mengunjungi Papua dan juga Metro tv yang telah memberi kesempatan kepaa saya untuk melakukan liputan keliling Indonesia. Oh iya, maaf kalo foto2nya sedikit dan lokasinya cuma di bandara doank, saya juga baru ngeh..hahaha, tapi ini benar-benar pengalaman yang menakjubkan kok...